Politik Becak Anies Baswedan di Jakarta
Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Anies Baswedan berupaya membangkitkan kembali becak sebagai alat transportasi umum di wilayah ibu kota Republik Indonesia tersebut.
Padahal, alat angkut beroda tiga itu sebelumnya telah terlarang sejak Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Tibum) ditandatangani gubernur kala itu, Sutiyoso.
Larangan terhadap becak itu pun tetap berjalan pada era kepemimpinan empat gubernur selanjutnya: Fauzi Bowo (Foke), Joko Widodo (Jokowi), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Djarot Saiful Hidayat.
Semasa kampanye Pilkada 2017, Anies Baswedan membuat kontrak politik dengan Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu. Kontrak tersebut berisi tema pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga kota oleh Anies.
Beberapa butir di dalam kontrak itu adalah melegalkan kampung-kampung yang dianggap ilegal, penataan kampung kumuh tanpa gusur, serta perlindungan dan penataan ekonomi informal (pedagang kaki lima, becak, nelayan tradisional, dan sebagainya).
Dus, saat Anies telah menjadi DKI-1, ramai-ramai tukang becak menagih janji mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
"Iya dong. Kalau saya berjanji saya harus melunasi," jawab Anies kepada wartawan di Balai Kota Jakarta, 17 Januari 2018.
Delapan bulan hampir berlalu, Anies telah mengirimkan revisi Perda 8/2007 itu terkait legalitas becak itu kepada DPRD DKI untuk dibahas dan disahkan.
Direktur Populi Center Usep Ahyar mengatakan kebijakan Anies memperbolehkan becak itu tak bisa dilihat sekedar pelunasan janji kampanye. Itu, sambungnya, pun menunjukkan Anies berbeda dengan gubernur-gubernur Jakarta sebelumnya, terutama Ahok.
"Secara umum saya lihat pemerintahan gubernur Jakarta saat ini maunya sebagai antitesis dari pemerintahan Ahok," kata Usep kepada CNNIndonesia.com, Kamis (11/10).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) bersama politikus PAN Ahmad Hanafi Rais, saat melihat-lihat prototipe becak listrik di halaman Balai Kota Jakarta, 11 Maret 2018.
(CNN Indonesia/Hesti Rika)
Usep berpendapat demikian, karena menilai secara umum kebijakan yang dibuat Anies memang ingin sekedar berbeda dengan Ahok dan Djarot yang merupakan lawan politiknya dalam kontestasi Pilkada 2017 tersebut.Oleh karena itu, sambung Usep, ia pun menilai hanya retorika ketika Anies berargumentasi legalitas becak akibat ada permintaan dan mendorong kesempatan bagi warga Jakarta yang berprofesi supir alat angkut itu.
Kebijakan diperbolehkannya kembali becak beroperasi di Jakarta, diketahui diambil Anies dengan alasan ingin mewujudkan kesetaraan bagi warga Jakarta, termasuk bagi para tukang becak.
"Argumentasinya retorik, alasan demi rakyat kecil, keadilan, dan seterusnya, menurut saya harus diperiksa ulang," ujarnya.
Pasalnya, sambung Usep, untuk melegalitaskan becak maka Anies seharusnya memerhatikan pertimbangan dari polisi, dinas perhubungan, warga, dan alasan pemerintahan sebelumnya melarang kendaraan umum itu di Jakarta.
"Gubernur sebelumnya, sejak Bang Yos juga menurut saya punya alasan (mengapa melarang becak beroperasi di Jakarta)," tuturnya.
Senada, Direktur Eksekutif Vox Pol Center Pangi Syarwi Chaniago menyampaikan upaya melegalisasi operasi becak tersebut secara tidak langsung memunculkan kesan bahwa Anies memang tengah mengambil empati masyarakat kelas bawah Jakarta, termasuk tukang becak.
"Kalau Ahok menyingkirkan tukang becak karena tidak ada ruang, menganggu pemandangan dan sebagainya, bagi Anies beda: becak harus dilindungi. Masyarakat kelas bawah harus dapat perlakuan khusus. Intinya berbeda saja dengan pak Ahok," kata Pangi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (11/10).
Pangi pun melihat kebijakan soal becak tersebut menjadi salah satu cara yang dipakai Anies untuk membangun citra diri di kalangan masyarakat Jakarta.
"Terkesan pak Anies gubernur orang cilik, berpihak kepada rakyat kecil. Itu citra yang dibangun. Ketika ada keberpihakan, membangun sentimen dan citra akan menguntungkan bagi pak Anies," katanya.
Di satu sisi, Koordinator Serikat Becak Jakarta (Sebaja) Rasdullah menilai masih [0ada yang membuat abu-abu nasib ia dan kawan-kawannya pada masa mendatang. Pasalnya, pada draf revisi Perda 8/2007 itu ada klausul yang menyatakan operasional becak di Jakarta dilakukan atas izin dari gubernur. Mereka menolaknya karena ada peluang, saat gubernur bukan lagi Anies maka becak akan kembali menjadi terlarang.
"Sekarang [revisi perda] sudah disodorkan pak gubernur, cuma bunyinya masih jadi ganjalan. Bunyinya, 'becak itu boleh beroperasi di Jakarta atas izin gubernur'. Kata 'atas izin gubernur' kita pengen ilangin," tutur Rasdullah, Senin (8/10).
"Kalau gubernurnya pak Anies [diizinkan beroperasi], kalau enggak?" sambungnya.
Di sisi lain, peluang Anies menuntaskan kontrak politik untuk memperbolehkan kembali becak beroperasi di Jakarta nampaknya tak akan mudah. Paling tidak itu yang diisyaratkan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Prasetio mengatakan pihaknya tidak akan meloloskan revisi Perda 8/2007 tersebut. Padahal revisi perda tersebut yang akan dijadikan Anies sebagai dasar hukum operasional becak di Jakarta.
"(Revisi perda) becak enggak akan saya kasih," kata Prasetio di Gedung DPRD DKI, Rabu (10/10).
Prasetio pun menegaskan tak akan ada pembahasan revisi perda tersebut antara Pemprov DKI dengan DPRD DKI. Kendati demikian, Prasetio akan mencoba berkomunikasi dengan Anies untuk membahas kebijakan operasional becak tersebut.
"Saya akan bicarakan dengan gubernur nanti, Pak Gubernur ini kebijakan yang salah," ujarnya.
(dis/kid)
Sumber: https://bit.ly/2NCT0pN